TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pengembangan Bisnis Asosiasi Produsen Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) Budi Susanto Sadiman mengkhawatirkan bakal ada sejumlah dampak negatif yang timbul dari pelarangan penggunaan kantong plastik di Jakarta.
Dalam hitungannya, pelarangan penggunaan kantong plastik tersebut bakal menghilangkan 5.000 tenaga kerja di pabrikan kantong plastik. Angka itu belum dihitung dengan hilangnya jumlah tenaga kerja sektor informal seperti pemulung dan pengepul.
Budi menyebutkan Indonesia sudah di ambang jatuh ke jurang resesi kalau tidak ada investasi dan tidak ada ekspor. "Yang bisa menyelamatkan itu industri petrokimia, industri bahan baku plastik. Kalau plastik dikurangi (di pabrikan hilir), investasinya tidak jadi masuk," kata Budi, Senin, 13 Januari 2020.
Padahal industri petrokimia, kata dia, setidaknya dapat menarik US$ 5 miliar dalam jangka 3 tahun - 4 tahun. Pelarangan penggunaan kantong plastik juga dapat menurunkan ketersediaan bahan baku bagi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Menurut Budi, industri plastik pada tahun lalu hanya memproduksi 5,9 juta ton atau tumbuh di bawah 5 persen secara tahunan. Tekanan tersebut masih akan berlanjut pada tahun ini khususnya bagi produsen low density polyethylene (LDPE) dan polyvinyl clhoride (PVC).
Oleh karena itu, Budi mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengubah aturan pelarangan tersebut menjadi adopsi proyek masyarakat zero sampah (Masaro). Proyek Masaro akan memungkinkan sampah pada sebuah daerah tidak akan keluar dari daerah tersebut lantaran dilakukan pengolahan limbah.
Sebelumnya, Pemerintah DKI Jakarta diberitakan bakal akan menerapkan sanksi larangan penggunaan plastik sekali pakai di pusat belanja, pasar swalayan, dan pasar tradisional, mulai pertengahan tahun ini. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Andono Warih mengatakan, dalam enam bulan, mereka akan mensosialisasi aturan baru tersebut kepada masyarakat dan pelaku usaha, termasuk melalui media massa dan media sosial.